Jakarta – Pengadaan tanah yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memiliki fungsi penting dalam setiap pembangunan infrastruktur dan program strategis nasional lainnya. Namun pada prosesnya, sering kali terkendala pada saat proses pembebasan tanahnya. Dengan demikian, dibutuhkan solusi untuk mengurai kendala pada setiap tahapan pengadaan tanah.

“Proses-proses pengadaan tanah sudah ada dari zaman dulu, baik untuk pembangunan infrastruktur, kepentingan proyek pemerintah, kepentingan usaha, kepentingan umum, dan sebagainya. Bahkan dulu sering terhenti dan macet karena terkendala pengadaan tanah. Tapi saat ini dengan adanya UU Nomor 2 Tahun 2012, kita lihat pembangunan infrastruktur saat ini sudah baik,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, Himawan Arief Sugoto pada sesi wawancara dengan Radio Sonora, Kamis (30/07/2020).

Indonesia masih sangat membutuhkan infrastruktur dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi, dan setiap pembangunan infrastuktur dimulai dengan pengadaan tanah yang baik. Untuk itu, Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN mengatakan negara membutuhkan langkah yang lebih pasti untuk proses pengadaan tanah sehingga lahirlah Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

“Semenjak adanya UU 2/2012 dan diatur lagi oleh peraturan di bawahnya, praktis pengadaan tanah memiliki payung hukum yang baik. Pada saat selesai pengadaan tanah, harusnya pembangunan sudah lebih mudah, karena aspek yang paling banyak dimensinya adalah pada bagian pengadaan tanahnya,” ujar Himawan Arief Sugoto.

Lebih lanjut, Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN menjelaskan kenapa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum bisa menjadi solusi dalam proses pengadaan tanah karena terdapat tahapan-tahapan yang jelas. “Dalam UU itu ada proses perencanaan yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga yang membutuhkan. Dalam tahapan ini, dibutuhkan dokumen perencanaan yang baik sejak awal untuk dapat menghasilkan pengadaan tanah yang layak dan adil,” tuturnya.

Baca juga  Utamakan Masyarakat dalam Mewujudkan Mimpi Reforma Agraria di Nusa Tenggara Barat

Tahapan selanjutnya, Himawan Arief Sugoto menambahkan terdapat tahapan persiapan. “Tahapan persiapan menurut UU Nomor 2 Tahun 2012, Pemerintah Daerah atau dalam hal ini Gubernur berperan untuk menetapkan lokasi yang akan dibebaskan, sehingga kemudian masuk ke tahapan pelaksanaan,” tambahnya.

Dalam proses pengadaan tanah, Kementerian ATR/BPN berperan pada tahap pelaksanaan. Melalui Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kantor Pertanahan yang ada di setiap Kabupaten/Kota bekerja sama dengan Pemerintah Daerah setempat membentuk satuan tugas untuk memvalidasi data di lapangan. “Cukup banyak kompleksitas yang terjadi sampai jadilah data nominatif. Setelah proses itu baru akan dibuat appraisal, bagi yang bisa menerima maka bisa dibayarkan ganti ruginya, bagi yang belum bisa menerima maka dikonsinyasi ke pengadilan. Secara proses alurnya seperti itu sesuai dengan UU yang berlaku,” jelas Himawan Arief Sugoto.

Baca juga  BPN Kota Depok Minta Warga Manfaatkan Aplikasi Layanan Resmi untuk Meredam Gerak Mafia Berujung Sengketa Tanah

Di saat seperti sekarang ini, Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN mengungkapkan sangat dibutuhkan akselerasi dalam pertumbuhan ekonomi, salah satunya dengan menciptakan sebanyak mungkin investasi sehingga menciptakan lapangan kerja. “Untuk membuat investasi menarik maka kita harus memudahkan perizinan, menyiapkan tanah untuk pembangunan sehingga akan tercipta suatu pertumbuhan ekonomi yang akan menciptakan kesejahteraan masyarakat. Program pengadaan tanah adalah untuk pembangunan ekonomi dan masa depan bangsa,” pungkasnya. (LS/TA)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya