Jakarta – Indonesia merupakan negara agraris, yang masyarakatnya sebagian besar mempunyai pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam. Negara Indonesia juga pernah mendapat julukan zamrud khatulistiwa, karena banyaknya hutan maupun sawah. Namun, itu dulu. Kini petani kesulitan dalam memberdayakan dan mengelola tanah yang mereka miliki, sehingga akhirnya mereka menjual tanah mereka di desa dan terjadilah urbanisasi ke kota-kota besar di Indonesia.

Presiden Joko Widodo sangat peduli dengan Reforma Agraria. Reforma Agraria bukan barang baru di Indonesia. Era Presiden Soekarno, Reforma Agraria diwadahi dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau UUPA. Namun, pelaksanaan Reforma Agraria pada masa itu identik dengan gerakan kiri. “Reforma Agraria disalahgunakan oleh orang-orang kiri pada waktu itu sehingga pada masa Orde Baru jadi tidak populer karena dikaitkan oleh golongan tersebut,” kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil pada Sosialisasi Kebijakan Tata Ruang dan Pertanahan secara virtual, Selasa (16/06/2020).

Menurut Sofyan A. Djalil, Presiden Joko Widodo sangat berkomitmen melaksanakan program Reforma Agraria, cuma banyak tantangan yang dihadapi. “Komitmen pemerintah tentang reforma agraria luar biasa. Pemerintah telah menetapkan target yang ambisius untuk melaksanakannya. Butuh waktu untuk itu dan saya sangat mengharapkan bagaimana Serikat Tani Islam Indonesia (STII) menjadi partner pemerintah. Karena Reforma Agraria misal membagi tanah, meredistribusi tanah, kalau misal tidak ada yang mendampingi maka tanah itu kita berikan sertipikat dengan tangan kanan, tangan kiri diberikan ke yang lain,” kata Sofyan. A Djalil.

Baca juga  BPN Kota Depok Beberkan Progres Pengadaan Tanah Jalan Tol Desari Per Agustus 2023

Penanggap dari Dewan Pakar STII, Iwan Riswandi dan Tuty Mariani memberi pandangan mengenai Reforma Agraria terhadap kesejahteraan petani. Dalam diskusi, Sofyan A. Djalil sepakat jika petani-petani harus dibimbing, diberi ilmu dengan baik. “Saya sangat peduli dan percaya dengan kemampuan petani kita, namun masih sangat terbatas, tidak ada modal, tidak ada akses pasar, tidak ada teknologi, petani kita tidak terorganisir dengan baik. Berkaca pada negara lain, petani perlu dirangkul dengan baik, diberikan ilmu yang baik,” katanya.

Lebih lanjut koperasi untuk kesejahteraan petani sangat dibutuhkan karena itu akan menunjang peningkatan produktivitas jika diorganisir dengan baik. “Mari kita berikan mereka koperasi, bantu meningkatkan kualitas mereka, kita organisir dengan baik. Tanpa diorganisir, petani kita masih akan terus di bawah, terus tertinggal, mari kita tingkatkan koperasi. Koperasi kita harus berdayakan,” ungkap Sofyan A. Djalil.

Menteri ATR/Kepala BPN berharap STII dapat menjadi agen untuk memberdayakan para petani di desa-desa agar meningkatkan produktivitas serta menjaga agar kualitas tetap terjaga. “Ayo teman-teman STII pergi ke desa agar bisa menjadi agen untuk memberdayakan petani. Ayo kita hidupkan koperasi dan mari kita tanamkan mereka untuk meningkatkan produktivitas, menjaga kualitas,” ungkapnya.

Baca juga  Komitmen Pemerintah Membangun Kawasan Perbatasan Melalui Reforma Agraria di Pulau-Pulau Kecil Terluar

Ketua umum STII, Faturrahman Mahfudz mengungkapkan sangat mengapresiasi atas pemberian sertipikat tanah kepada petani sehingga memberikan kejelasan hak hukum atas tanah. “Legalisasi aset menjadi sangat penting bagi petani-petani yang puluhan tahun tidak dapat sertipikat tanah, tetapi berkat perhatian luar biasa Kementerian ATR/BPN, Alhamdulillah petani-petani kita mendapatkan sertipikat,” ujarnya. (JR/RE/RH)

#MaskerUntukSemua
#jagajarak
#BERSATU🇮🇩TANGGUH…BERSATU🇮🇩SEMBUH
#tidakmudik