Jakarta – Indonesia merupakan sebuah negara besar di kawasan Asia Tenggara, dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa serta potensi sumber daya alam yang melimpah. Namun, dengan potensi yang dimiliki itu tidak membuat Indonesia menjadi negara yang maju dan mampu menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, Indonesia masih tertinggal dari Malaysia dan Singapura, negara tetangganya.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, tidak naik dan tidak juga turun, 5 persen. Ini cukup baik, namun belum memuaskan bagi pemerintah. “Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pernah tumbuh sampai dua digit, Vietnam pernah tumbuh diatas 5 persen, begitu juga dengan Malaysia. Indonesia juga pernah sampai 8 persen pada waktu zaman Presiden Soeharto,” ungkapnya dalam Sosialisasi Kebijakan Tata Ruang dan Pertanahan secara virtual, Selasa (16/06/2020).

Pertumbuhan ekonomi Indonesia belum cukup untuk menciptakan lapangan kerja di dalam negeri. Menteri ATR/Kepala BPN mengatakan bahwa saat ini ada 7 juta orang pengangguran terbuka. Belum lagi, setiap tahunnya ada 2 juta orang pencari kerja baru. “Pertumbuhan 5 persen ekonomi kita hanya mampu menciptakan lapangan kerja 2 juta lapangan kerja baru. Jika kita mampu tumbuh 6-8 persen, kita bisa menciptakan 6 juta lapangan kerja sehingga menekan angka pengangguran,” ujar Sofyan A. Djalil.

Baca juga  Media Gathering dalam Rangka 100 Hari Kerja, Menteri AHY: Bagian dari Transparansi dan Akuntabilitas Institusi Pemerintah

Sofyan A. Djalil mengatakan akan sangat berbahaya jika banyak tenaga intelektual yang sulit mendapat pekerjaan. Menteri ATR/Kepala BPN mengutarakan bahwa Indonesia perlu belajar dari Arab Spring, di mana waktu itu terjadi huru-hara di negara-negara Timur Tengah karena banyaknya kaum intelektual yang menganggur dan sulit untuk berusaha. “Akibatnya terjadi ketidakstabilan politik dan kerusuhan di dalam negeri,” ujar Menteri ATR/Kepala BPN.

Ada korelasi antara sulitnya lapangan pekerjaan dengan kemudahan berinvestasi di dalam negeri. Menurut Menteri ATR/Kepala BPN, Presiden Joko Widodo sangat peduli akan hal ini. Pemerintah telah mengidentifikasi ada 79 Peraturan Perundang-undangan yang menghambat investasi, yang juga menghambat tumbuhnya perekonomian Indonesia. “Peraturan yang menghambat tersebut disinkronkan melalui Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dengan Metode Omnibus Law. RUU ini akan memberikan kesempatan kepada setiap masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang layak,” ungkap Menteri ATR/Kepala BPN.

Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN bidang Landreform dan Hak Masyarakat atas Tanah, Andi Tenrisau mengatakan bahwa nantinya RUU Ciptaker diharapkan mampu menyerap tenaga kerja di dalam negeri di tengah persaingan yang semakin kompetitif. “RUU Ciptaker juga perlu didukung dengan berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan dan perlindungan usaha mikro, kecil dan menengah, peningkatan ekonomi dan investasi dan percepatan Proyek Strategis Nasional termasuk peningkatan dan perlindungan para pekerja,” kata Andi Tenrisau.

Baca juga  Menteri ATR/Kepala BPN Fasilitasi Proyek Prioritas Usulan Daerah di Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur

Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN itu juga menambahkan RUU Ciptaker akan menyinkronkan 79 Peraturan Perundang-Undangan dan 1.209 Pasal.

Sosialisasi ini terselenggara atas kerja sama Kementerian ATR/BPN dengan Serikat Tani Islam Indonesia (STII), yang diikuti oleh 123 orang anggota STII. (RH/JR/RE)

#MaskerUntukSemua
#jagajarak
#BERSATU🇮🇩TANGGUH…BERSATU🇮🇩SEMBUH
#tidakmudik