Jakarta – Memasuki era kenormalan baru, pimpinan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengikuti Rapat Pimpinan yang dilaksanakan melalui 2 (dua) mekanisme, yakni video conference dan rapat secara langsung di Aula Prona Lantai 7, Gedung Kementerian ATR/BPN, Jakarta pada Rabu (03/06/2020). Rapat yang dipimpin langsung oleh Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil mendiskusikan beberapa hal, antara lain Pembahasan Revisi Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan dan pembahasan Pasca Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Turut hadir dalam rapat ini Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra, jajaran Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Kementerian ATR/BPN. Adapun pemapar kali ini, Direktur Jenderal Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah R.B. Agus Widjayanto serta Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian Dalu Agung Darmawan.
.
Pada kesempatan ini, R.B. Agus Widjayanto menyampaikan bahwa dalam rangka penanganan penyelesaian permasalahan pertanahan yang lebih baik dibutuhkan penyempurnaan dari Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan. “Setelah ditinjau kembali, terdapat beberapa hal yang masih harus disempurnakan. Tentunya harus bermanfaat bagi masyarakat serta untuk jajaran Kementerian ATR/BPN,” ujarnya.
.
Menurutnya, penyempurnaan regulasi terkait penyelesaian kasus pertanahan harus mencakup beberapa prinsip dasar pengaturan penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan. “Setiap penanganan sengketa, konflik dan perkara harus dilakukan melalui tahapan penanganan yang jelas untuk sampai pada pengambilan keputusan penyelesaian kasus sehingga tahapan waktu dapat terukur. Kemudian penyelesaian kasus harus didasarkan pada fakta-fakta hukum yang sah dan dasar hukum yang kuat/mengikat, serta hak pengadu maupun hak pihak yang diadukan dilindungi sepanjang hak-hak tersebut dapat dibuktikan secara yuridis, fisik dan administratif yang sah,” kata R.B Agus Widjayanto.
.
“Penanganan dan penyelesaian sengketa/konflik dan perkara pertanahan dilakukan untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah, perlu menempatkan Kementerian ATR/BPN sebagai bagian atau sub dari sistem penegakan hukum. Setiap langkah penanganan dan penyelesaian sengketa/konflik dan perkara harus memperoleh payung regulasi yang efektif,” tambahnya
.
Lebih lanjut, R.B. Agus Widjayanto menerangkan penyempurnaan regulasi terkait penyelesaian kasus pertanahan terangkum dalam 10 (sepuluh) ruang lingkup, yakni penerimaan dan distribusi pengaduan, penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik, penanganan perkara dan pelaksanaan putusan pengadilan, pembatalan produk hukum Kementerian, mediasi, tim penanganan dan penyelesaian kasus, informasi perkembangan penanganan dan penyelesaian kasus, monitoring, evaluasi dan pelaporan, sanksi administrasi dan perlindungan hukum.
.
Menanggapi hal tersebut, Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil menyoroti ruang lingkup mediasi yang dirasa sangat bagus dan memberi manfaat bagi masyarakat maupun jajaran Kementerian ATR/BPN. “Mediasi bagus sekali tapi harus ada mekanisme transparan dan prosedur yang jelas. Karena kalau tidak, banyak juga orang melakukan mediasi tapi tidak mengacu pada prosedur dan transparansi,” ucap Sofyan. A. Djalil.
.
Pada kesempatan yang sama, Dalu Agung Darmawan menyampaikan bahwa sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 58 Tahun 2020 tentang Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara Dalam Tatanan Normal Baru perlu dilakukan perubahan sistem kerja pegawai agar dapat beradaptasi terhadap perubahan tatanan normal baru produktif dan aman dari COVID-19. “Untuk itu, kita perlu mengatur prosedur protokol kesehatan dalam pelaksanaan tugas kedinasan pada situasi pandemi dan dalam rangka tatanan normal baru di lingkungan Kementerian ATR/BPN,” tuturnya. (LS/RH/JR)
#MaskerUntukSemua
#jagajarak
#BERSATUTANGGUH…BERSATUSEMBUH
#tidakmudik