Jambi (majalahagraria.today) – Penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Kerja Sama di Bidang Agraria/Pertanahan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia pada 17 Maret 2017 lalu merupakan babak baru sinergi Kementerian ATR/BPN dengan Kepolisian Negara RI. Dengan Nota kesepahaman tersebut baik Kementerian ATR/BPN maupun Kepolisian Negara RI diharapkan dapat bekerja sama di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang, guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam penanganan kasus agraria/pertanahan dan tata ruang, pencegahan dan pemberantasan masalah pungutan liar, pencegahan dan pemberatasan mafia tanah, serta percepatan sertipikasi tanah aset Polri.
.
Sejak kerja sama tersebut dicetuskan, kedua belah pihak cenderung menangani pengaduan atas perkara yang telah terjadi melalui pendekatan penegakan hukum. “Perlu diperhatikan aspek pencegahan baik internal maupun eksternal,” ungkap Staf Khusus Menteri Bidang Penanganan Sengketa Konflik Tanah dan Ruang, Hary Sudwijanto pada kegiatan Pembinaan dan Koordinasi Kegiatan Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah di Jambi, Kamis (06/02/2020).
.
Hary Sudwijanto di hadapan peserta rapat koordinasi juga menyampaikan bahwa upaya pencegahan ini harus dimulai dari internal Kementerian ATR/BPN terlebih dahulu. “BPN perlu memperhatikan standar yang disampaikan Menteri ATR/Kepala BPN dalam beberapa kesempatan, yaitu standar kualitas produk yang diterbitkan petugas BPN, standar perilaku petugas dalam bekerja, standar moralitas dan standar produktivitas,” ungkapnya.
.
Pada rapat koordinasi yang dihadiri oleh Direktur Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang Wilayah II Daniel Aditya Jaya, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jambi Dadat Dariyatna, Dirkrimum Polda Jambi, Dirintelkam Polda Jambi, Kasat Reskrim Polda Jambi, Kasat Intelkam jajaran Polda Jambi, Kepala Kantor Pertanahan, dan juga jajaran anggota satgas pemberantasan mafia tanah ini Hary Sudwijanto mengungkapkan bahwa perbaikan internal BPN tersebut harus diperkuat dengan dukungan Polri dan stakeholder terkait. “Secara eksternal perlu dilakukan tindakan pre-emtif dan preventif,” ungkap Hary Sudwijanto.
.
Kegiatan pre-emtif merupakan tindakan awal oleh petugas BPN bekerja sama dengan tokoh masyarakat, tokoh agama dan sebagainya untuk mencegah terjadinya kejahatan di bidang pertanahan, hal ini dilakukan dengan menginternalisasikan nilai-nilai dan norma-norma baik kedalam diri setiap masyarakat sehingga tidak timbul niat jahat untuk melakukan kejahatan bidang pertanahan.
.
Pre-emtif diikuti dengan kegiatan Preventif yang merupakan lingkup pencegahan sebelum terjadi perbuatan kejahatan pertanahan. Preventif dilaksanakan dengan menghilangkan kesempatan seseorang untuk melakukan kejahatan dengan cara melibatkan seluruh petugas BPN dilapangan, bekerja sama dengan aparat pemerintah lainnya seperti Babinkamtibmas Polri dan Babinsa TNI yang ada di setiap Desa di seluruh Indonesia untuk mengingatkan dan menegur warga masyarakat yang tidak menjaga tanahnya dengan baik dan tidak memberi kesempatan pada orang lain utk menguasai tanah yang bukan haknya atau menginformasikan secara dini kepada petugas BPN apabila ada masalah pertanahan sehingga dapat dicegah dan tidak menjadi besar.
.
Pada intinya dalam upaya pencegahan ini diharapkan seluruh lapisan masyarakat mengetahui, sadar dan taat aturan sehingga tidak menjadi korban apalagi menjadi pelaku kejahatan bidang pertanahan. “Diharapkan mulai 2020 dan ke depan tidak ada lagi produk BPN yang bermasalah sehingga Direktorat Jenderal Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah dan jajaran fokus meningkatkan penyelesaian perkara yg terjadi di tahun sebelumnya,” tutup Hary Sudwijanto. (WN/TA)