Semarang – Perubahan lanskap pertanahan semakin rumit hingga mendorong pemerintah untuk menyempurnakan UUPA Nomor 5 Tahun 1960 melalui pembentukan RUU Pertanahan. Dari draf yang sudah dibagikan ke publik per 22 Juni 2019 pun dinilai belum mengakomodir kebutuhan masyarakat. Hal itu ditegaskan Herman Khaeron selaku Ketua Panja RUU Pertanahan atas tudingan dari berbagai media dan para pihak-pihak yang menuntut agar RUU Pertanahan ditunda.

“RUU ini secara khusus memberi perhatian atas ketersediaan tanah untuk pertanian, reforma agraria, tanah objek reforma agraria (TORA), dan redistribusi tanah melalui keberadaan lembaga bank tanah,” ucapnya dalam acara Kementerian ATR/BPN Goes to Campus di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (30/7).

Lebih lanjut Herman Khaeron menjelaskan bahwa penyusunan RUU Pertanahan telah melalui proses yang panjang, “RUU ini dibahas secara terbuka, betul pembahasan dilakukan secara tertutup, tetapi terhadap hasil dan substansi kami terbuka supaya mendapat masukan dan pandangan dari seluruh kalangan,” ujar Herman Khaeron.

Dalam kesempatan yang sama Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ATR/BPN Himawan Arief Sugoto yang mewakili Menteri ATR/Kepala BPN, mengatakan bahwa pembentukan Bank Tanah penting untuk menjamin ketersediaan tanah bagi penerus bangsa meskipun saat ini peraturannya sedang disusun. Dengan bank tanah, artinya negara punya tanah, sehingga jika ingin membuat perumahan rakyat, fasilitas umum dan lainnya akan menjadi mudah.

“Harga tanah semakin naik dengan banyaknya spekulan tanah yang bermunculan, sehingga masyarakat Indonesia kesulitan membeli rumah. Pembentukan Bank Tanah menjadi sangat penting untuk menjamin ketersediaan tanah bagi generasi yang akan datang,” ujar Sekjen Kementerian ATR/BPN Himawan Arif Sugoto.

Baca juga  517 Calon PPAT Baru Diharapkan Mengedepankan Pelayanan Kepada Masyarakat

Untuk diketahui, bank tanah dan reforma agraria adalah dua hal yang berbeda. Bank tanah adalah badan yang dibentuk pemerintah untuk melaksanakan kegiatan perolehan, pengelolaan, penyediaan tanah, secara nasional dan terpadu dalam rangka untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan dan pemerataan ekonomi. Sedangkan, Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur penguasaan pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan aset yang disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Hadir pula pada acara tersebut, Rektor Universitas Diponegoro Yos Johan Utama, yang menyatakan bahwa tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan serta untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. “Dengan adanya kepastian hukum dalam pertanahan akan menghindari adanya konflik sengketa lahan,” ujar Yos Johan Utama.

Baca juga  Wujudkan Penyelenggaraan Penataan Ruang yang Inklusif, Inovatif, dan Berkelanjutan

Kuliah umum ini merupakan salah satu rangkaian acara Kementerian ATR/BPN Goes To Campus, termasuk interaktif talkshow dan klinik konsultasi pertanahan. Acara ini sebagai salah satu bentuk sosialisasi kepada publik dengan beragam audiens dari mahasiswa, notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). (TA/TM/AM)