Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil, dengan tegas membantah adanya pungli pada proses pembuatan sertipikat tanah di lingkungan ATR/BPN. Bantahan tersebut merespon berita miring yang akhir-akhir dilansir beberapa media.

Pemerintah menyadari bahwa ada potensi terjadinya pungutan liar alias pungli, maka disusunlah Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang terdiri dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis.

“Untuk layanan BPN sepenuhnya ditanggung oleh negara, tetapi pada tahap pra sertipikat seperti menyediakan materai, membuat patok tanah, mengumpulkan bukti hak kepemilikan memang mereka dikenakan biaya,” ujar Menteri ATR/Kepala BPN pada acara Kompas Petang, Jumat (8/2).

Berdasarkan SKB 3 Menteri biaya yang dimaksud mencakup 3 (tiga) hal berikut; kegiatan penyiapan dokumen, pengadaan patok dan materai, operasional petugas kelurahan atau desa dengan jumlah maksimal Rp 450.000,-.

“Jumlah nominalnya beda-beda hal tersebut bisa diputuskan oleh musyawarah desa atau dengan peraturan Bupati sesuai dengan tingkat kesulitan suatu daerah,” ungkap Sofyan A. Djalil

Baca juga  Resmikan Tol Terpanjang di Indonesia, Jokowi: Tol Ini Cepat Karena Pembebasan Tanahnya Cepat

Kementerian ATR/BPN akan tetap melakukan penindakan terhadap segala kegiatan yang melanggar aturan atau menyalahgunakan wewenang. “Yang jadi masalah Kalau masyarakat tidak mau melapor kami tidak bisa ambil tindakan, begitu juga polisi,” kata Menteri ATR/Kepala BPN.

Dalam perspektif besar, misalnya di tahun 2017 seluruh produk PTSL mencapai 5,4 juta dan di tahun 2018 meningkat menjadi 9,3 juta, Menteri ATR/Kepala BPN mengakui terjadi pelanggaran, tetapi persentasenya sangat kecil dan terus dilakukan sosialisasi ke masyarakat.

Pemerintah juga menyadari bahwa kebutuhan masyarakat seperti kepastian hukum hak atas tanah dan akses ke perbankan untuk rakyat dan pengusaha kecil maka Presiden memberikan target 9 juta tanah harus terdaftar di tahun 2019, dan mendaftarkan seluruh tanah di Indonesia pada tahun 2025.