JAKARTA – Pengembangan dan perbaikan sistem pendidikan vokasi menjadi salah satu fokus kebijakan Pemerintah dalam rangka upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Saat ini pendidikan vokasi masih terganjal pada penyesuaian kurikulum terhadap kemampuan lulusan vokasi yang dibutuhkan oleh industri.

Skill yang dimiliki para lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Balai Latihan Kerja (BLK) dan Politeknik kerap kali belum memenuhi standard yang ditetapkan industri, yang berimbas pada masih rendahnya serapan tenaga kerja dari lulusan SMK.

Topik inilah yang menjadi salah satu bahasan utama pada Indonesia Development Forum (IDF) 2019 yang membawa tema utama “Mission Possible: Memanfaatkan Peluang Pekerja Masa Depan untuk Mendorong Pertumbuhan Inklusif”.

Pendidikan dan pelatihan vokasi (Technical and Vocational Education Training/TVET) menjadi salah satu strategi pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas angkatan kerja Indonesia, dimulai dari tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Javier Luque, Senior Education Specialist, World Bank menilai beberapa SMK di Indonesia berhasil mendidik pelajar-pelajar berkualitas, dan bahkan memenangkan berbagai kompetisi baik di tingkat nasional maupun internasional, karena beberapa faktor seperti adanya hubungan yang baik dengan sektor private serta alumni, adanya analisis mengenai tren pasar yang dilakukan oleh sekolah, dan utamanya kepemimpinan yang baik dan dinamis di sekolah.

Untuk mendapatkan kualitas yang merata pada SMK-SMK di Indonesia perlu adanya kebijakan yang mendorong industri untuk juga lebih aktif terlibat dalam kerja sama dengan pendidikan vokasi agar angka serapan tenaga kerja siap pakai dapat ditingkatkan.

Baca juga  Profil - Rita berjuang dalam isu yang tidak populer

Hal ini juga diamini oleh Emma R. Allen selaku Country Economist Indonesia dari Asian Development Bank (ADB) yang juga berperan sebagai salah satu pembicara pada sesi “Inspire 2: Mereformasi Sistem Pendidikan dan Pelatihan Vokasi (TVET) untuk Pekerjaan Masa Depan”.

Emma menyampaikan, “Para calon pekerja juga perlu bimbingan untuk mengetahui tipe pekerjaan apa saja yang tersedia untuk mereka, sehingga pelatihan mereka nantinya akan sesuai dengan jenis pekerjaan yang mereka tuju.” Emma memberi contoh program JobStart di Filipina yang membantu anak muda memulai karir agar mampu mempersingkat transisi dari sekolah ke masa kerja melalui fasilitas kerja full cycle oleh Pemerintah.

Di Indonesia sendiri SMK Mikael Surakarta menjadi salah satu contoh pendidikan vokasi dengan kurikulum yang terbilang baik dan bisa menjadi percontohan bagi sekolah-sekolah vokasi lainnya. Sebagai SMK dengan jurusan Teknik Permesinan, SMK Mikael Surakarta sangat menjunjung kepresisian sebagai nilai utama.

Empat pilar utama yang menjadi kualitas unggul SMK Mikael antara lain penggunaan materi ajar yang merupakan barang pesanan dari industri/customer, dikemas dalam job sheet/pedoman untuk praktek yang dibagi dalam beberapa tingkatan, dikemas dalam jadwal bergantian tiap minggunya antara praktik dan teori sehingga keterampilan lebih terasah, serta penempatan satu alat bagi satu siswa sehingga menyerupai sistem di industri.

“Kami percaya pendidikan TVET akan meningkatkan engagement dengan perusahaan melalui pendekatan link & match semisal kerja sama program magang, pembukaan lapangan kerja, atau pelatihan,” ujar Albertus Murdianto, Kepala SMK Mikael Surakarta.

Pemerintah, industri, dan lembaga pendidikan dan pelatihan terus melakukan berbagai pendekatan untuk mengembangkan dan mengelola sistem TVET yang efektif dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing tenaga kerja masa depan Indonesia.

Baca juga  Bappenas Akan Secepatnya Merampungkan Draft RUU Pemindahan IKN

Hubungan antara industri dengan pendidikan sangat krusial dalam mencapai target ini, dan termasuk dengan pelajar-pelajar vokasi itu sendiri untuk memastikan bahwa mereka siap memasuki kompetisi yang ketat di industri. Selain itu, pemetaan kebutuhan masa depan juga penting untuk bisa membuat pipeline dan kurikulum pendidikan vokasi yang tepat sasaran.

Melalui forum diskusi akbar seperti IDF 2019, aktor multi-sektor yang terlibat diharapkan dapat saling bertukar informasi, gagasan, ide, dan inovasi serta menjalin kemitraan yang ke depannya dapat disusun menjadi rekomendasi terkait kurikulum maupun reformasi pendidikan yang dapat mendorong lebih banyaknya lulusan vokasi berkualitas lebih cepat terserap di industri.