“Pertumbuhan inklusif berarti memastikan pertumbuhan yang tinggi, berkelanjutan, dan adil dengan memperluas akses ke pendidikan dan layanan kesehatan berkualitas bagi masyarakat miskin, meningkatkan infrastruktur layanan dasar, memperdalam inklusi keuangan untuk menjangkau masyarakat miskin dan rentan, menciptakan lebih banyak peluang kerja, serta meningkatkan partisipasi angkatan kerja perempuan. Pendekatan mata pencaharian menjadi kebijakan pelengkap, yaitu dengan beralih dari pendekatan ‘jaring pengaman’ ke ‘batu loncatan’ dengan membantu masyarakat miskin membangun aset produktif, mengembangkan kewirausahaan, dan mengurangi ketergantungan terhadap bantuan sosial,” tambahnya.

Pemerintah Indonesia juga telah mengembangkan Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif (IPEI) yang berlandaskan tiga pilar utama, yaitu pilar pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, pilar pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan, serta pilar perluasan akses dan kesempatan.

Di 2017, Indonesia telah mencapai angka 5,47 dari 10. Pemerintah Indonesia fokus untuk meningkatkan program perlindungan sosial, memperkuat layanan dasar, dan menciptakan mata pencaharian. Melalui strategi ini, Indonesia bertekad meningkatkan aset multidimensi masyarakat miskin, termasuk modal manusia, kohesi sosial, aset keuangan, dan infrastruktur dasar, agar mereka dapat hidup secara berkelanjutan di atas garis kemiskinan.

Baca juga  Menteri Bambang Jaring Masukan OECD Terhadap Kebijakan Perkotaan Nasional Indonesia

“Indonesia harus meningkatkan taraf hidup dan meningkatkan mata pencaharian yang lebih baik terutama bagi kelompok ekonomi terendah, memperkuat kelompok berpenghasilan menengah, serta memanfaatkan teknologi untuk mempercepat proses pembangunan inklusif. Saya percaya, kemitraan adalah salah satu kunci untuk mewujudkan pembangunan inklusif,” pungkas Menteri Bambang.