AGRARIA.TODAY – Kegiatan percepatan pendaftaran tanah terus dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Melalui program tersebut, Kementerian ATR/BPN menargetkan pada tahun 2025 nanti, seluruh bidang tanah di wilayah Indonesia dapat terdaftar seluruhnya. Dari total 126  juta bidang tanah yang ada di Indonesia, kurang lebih 86 juta bidang telah didaftarkan hingga tahun 2020, sehingga tanah yang belum terdaftar sampai dengan saat ini mencapai kurang lebih 40 Juta (32%).

Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria, Andi Tenrisau mengatakan bahwa pendaftaran tanah sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Pasal 19 Ayat (1) dan (2). “Amanat ini mengatakan bahwa pemerintah harus melakukan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia, walau faktanya yang baru didaftarkan adalah wilayah yang masuk Area Penggunaan Lain (APL),” kata Andi Tenrisau, saat memberikan paparan pada kegiatan webinar yang diselenggarakan oleh Universitas Nusa Bangsa, Kamis (12/08/2021).

Dalam paparannya, Dirjen Penataan Agraria mengatakan bahwa kegiatan pendaftaran tanah terus dilakukan di wilayah Indonesia, melalui desa per desa, kota per kota, kabupaten dan provinsi di luar kawasan hutan. Kementerian ATR/BPN sudah menargetkan bahwa mulai tahun 2021 ini, pelaksanaan PTSL harus mencapai minimal satu desa lengkap. “Desa lengkap merupakan suatu desa yang seluruh bidang tanah yang terdapat di dalamnya sudah terdaftar dan valid secara spasial maupun tekstual,” ungkap Andi Tenrisau.

Baca juga  Menteri AHY Berhasil Lalui 100 Hari Kerja dengan Penuh Kesuksesan

Percepatan penetapan desa lengkap tidak hanya bagi desa-desa yang berada di kawasan APL saja, namun juga dapat berlaku bagi desa-desa yang berada di kawasan hutan dengan beberapa mekanisme di antaranya Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T), penyelesaian hak masyarakat dalam kawasan hutan dengan menggunakan dasar hukum positif. “Setelah dilakukan penyelesaian hak masyarakat tersebut, kemudian lakukan delineasi batas kawasan hutan dan APL baru kemudian lakukan PTSL,” kata Andi Tenrisau.

Untuk melakukan hal tersebut, Andi Tenrisau mengatakan bahwa harus mengetahui hak apa yang dimiliki oleh masyarakat yang ada di kawasan hutan, karena kemungkinan ada hak-hak masyarakat yang terdaftar, yang masuk ke dalam kawasan hutan. Setiap hak atas tanah perlu diidentifikasi dengan baik, baru kemudian dilakukan penetapan, penataan kawasan, dilakukan penataan APL, untuk kemudian didaftarkan.

“Ringkasnya, apabila ada hak-hak masyarakat di dalam kawasan hutan, maka kita harus pedomani bagaimana kebijakan yang seharusnya untuk menyelesaikan hal itu,” kata Dirjen Penataan Agraria.

Baca juga  Kebaruan Disertasi Menteri AHY, Tekankan Pentingnya Pendidikan Berkualitas yang Merata dan Peningkatan Kapasitas Inovasi serta Produktivitas Ekonomi

Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan beberapa keputusan untuk menyelesaikan hak masyarakat yang berada dalam kawasan hutan. Inti dari keputusan tersebut adalah setiap pihak harus mengakui adanya hak-hak adat, hutan adat, serta pengakuan adanya aktivitas turun temurun dalam wilayah kawasan hutan. “Dalam Keputusan MK Nomor 45/PUU-IX/2011 jelas bahwa kawasan hutan adalah kawasan yang ditetapkan oleh pemerintah,” kata Andi Tenrisau. (RH/SA)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia