AGRARIA.TODAY – Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah, termasuk sumber daya pulau-pulau kecil yang harus dikelola sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain kekayaan alam, terdapat juga masyarakat yang telah melangsungkan kehidupannya dengan mengandalkan hasil laut baik masyarakat adat, masyarakat tradisional maupun masyarakat lokal. Oleh sebab itu, perlu dukungan dari pemerintah dalam membangun wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Akan tetapi, pada kenyataannya terdapat 4 (empat) tantangan pokok bagi pembangunan di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil bahkan di tengah laut.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra dalam acara webinar #roadtowakatobi yang diinisiasi oleh Jaring Nusa Kawasan Timur Indonesia dalam rangka menyambut pelaksanaan GTRA _Summit_ 2022 di Wakatobi. Adapun tema yang diangkat pada webinar tersebut adalah “Reforma Agraria Pulau Kecil dan Pesisir: Akar Masalah dan Solusi Perlindungan Hak”, Kamis (19/08/2021).

“Terdapat 4 (empat) tantangan pokok yang dihadapi pertama terkait individu versus kolektif, ini berbicara mengenai kepastian hak. Rezim yang saat ini berkembang masih individual dan jika belum ada individualisasi maka belum bisa diberikan hak. Dalam individu versus kolektif ini perlu ditemukan yang sesuainya terlebih untuk memperjuangkan pengakuan dan perlindungan bagi masyarakat, khususnya masyarakat adat,” ujarnya.

Baca juga  Menteri ATR/Kepala BPN Turun Langsung Luruskan Mispersepsi RUU Cipta Kerja

Lebih lanjut, Surya Tjandra menuturkan terdapat perbedaan pengaturan rezim hukum khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Saat ini masing-masing sektor Kementerian masih bekerja dalam silo atau bekerja dalam tabung dengan kata lain terpisahkan satu sama lain. Maka hal ini dapat menimbulkan hambatan yang menghalangi kolaborasi dan komunikasi, serta mengurangi efisiensi dan menghambat arus informasi. Ia menyebut dalam tantangan ini terdapat beberapa Kementerian yang memiliki aturan, kewenangan serta teritori masing-masing yaitu di antaranya KKP, KLHK, ESDM, dan ATR/BPN.

Ketiga, menurutnya terdapat tantangan kemiskinan absolut dan struktural di masyarakat pesisir ini, masyarakatnya masih marginal sehingga praktis dan tak terjangkau pembangunan. Serta tantangan terakhir yaitu, ketertarikan swasta untuk komersialisasi pesisir dan pantai akan menjadi suatu tekanan atau tantangan karena kebutuhannya meningkat. Maka dibutuhkan biaya besar, perencanaan matang, waktu pelaksaan yang lama serta butuh strategi relokasi masyarakat saat konsolidasi.

“Ini bukan keseluruhan masalah atau tantangan tetapi memang perlu untuk dapat menemukan masalah lainnya terlebih dahulu sehingga akan ada bayangan solusi-solusi kreatif dalam segala keterbatasan yang ada di lapangan. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan, dalam pelaksanaannya ada yang diuntungkan dan dirugikan sehingga bagaimana kita harus mencari keseimbangannya sehingga yang dirugikan dapat dimitigasi,” tuturnya.

Baca juga  Masyarakat Desa Poco Rutang Gembira Dapat Sertipikat Redistribusi Tanah

Terkait tantangan tersebut, Surya Tjandra mengatakan jika langkah konkret yang bisa dilakukan, tantangan-tantangan tersebut harus didudukkan dalam proporsi yang tepat, sehingga bukan menolak tantangan tetapi tantangan dijadikan peluang. “Perlu adanya komitmen dan keseriusan pemerintah, perlu upaya konkret untuk konsolidasi dan sinkronisasi zonasi dan sektor yang ada, adanya kejelasan siapa pengelola dan penanggungjawabnya, perlu adanya jaringan masyarakat pesisir, peluang dari keberadaan jaringan pemerintah daerah, ketegasan dan kejelasan subjek hukum serta perlu sistem dan mekanisme identifikasi masalah,” ungkapnya. (TA/FM)

#KementerianATRBPN
#MelayaniProfesionalTerpercaya
#MajuDanModern
#MenujuPelayananKelasDunia