Reza Abdullah, Anang Dewantoro dan Hasnim Taulani, merupakan alumni Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) tahun 2018 yang kini diperbantukan di Pusat Data dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Kementerian ATR/BPN, mereka berhasil menciptakan inovasi alat ukur pertanahan yang hemat baterai karena bisa digunakan dalam jangka waktu hingga dua hari. Alat ini diciptakan dengan harapan dapat membantu proses pengukuran dan pengambilan data di lapangan agar jauh lebih optimal.
“Kami ingin alat ini bisa membantu dalam pengadaan GNSS RTK yang masih minim, sehingga bisa membantu mempercepat proses pengukuran tanah yang salah satunya untuk program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL),” ujar Reza saat di temui tim Humas usai acara wisuda STPN, di Gedung STPN, Yogyakarta, Selasa (3/9).
Inovasi alat ukur atau GNSS-RTK ini diberi nama SMART TB5 Tipe T1. Memiliki beberapa spesifikasi antara lain: Dual Frequency and Support NTRIP CORS, Jangkauan Radio kurang lebih 1 KM, Controller APP SMART-RTK, GPS, Glonas, Baidu RTK Radio, Channel:184.
Dijelaskan oleh Reza, perbandingan SMART TB5 dengan merek lain, yaitu dari segi baterainya yang tahan lama, akurasi yang sudah mencapai 95% dan biayanya yang terjangkau, “Kita sudah bandingkan dari RTK SMART TBS dengan RTK lain yang digunakan pada umumnya oleh surveyor di Kementerian ATR/BPN maupun pihak ke 3 dengan pengukuran terestris langsung menggunakan pita ukur, hasil perbandingannya 95% datanya sama, jadi dari segi ketelitian sudah masuk kaidah kadastral di Kementerian ATR/BPN,” ujarnya.
Reza menambahkan kelebihan lainnya yaitu daya baterai yang berdasarkan hasil uji coba, untuk sekali pengecasan bisa tahan untuk digunakan sampai 2 hari. Sehingga penggunaan baterai bisa dimaksimalkan untuk pengambilan data di lapangan dan baterai sudah tersimpan internal receiver, sehingga bila dalam keadaan penting saat digunakan di lapangan dan baterai sudah mau habis bisa melakukan pengecasan menggunakan powerbank.
SMART TB 5 ini merupakan hasil riset yang memakan waktu selama 15 bulan, dilakukan oleh Reza beserta kawan-kawannya dengan dibantu oleh Keluarga Alumni Perguruan Tinggi Agraria (KAPTI AGRARIA) dan STPN serta telah melalui konsultasi dengan beberapa pakar. Material yang digunakan untuk membuat alat ukur ini berasal dari dalam negeri semua, kecuali GPS dan motherboard yang masih import dari Spanyol dengan total modal produksi keseluruhannya 25 juta rupiah per unit.
“Salah satu vendor di Barcelona, Spanyol sangat tertarik dengan produk kami dan mengundang studi banding hasil RTK yang kami rakit untuk diuji coba di vendor penyedia motherboard dan GPS receiver ini. Semoga bisa dilakukan kerjasama,” pungkas Reza. (RO/NA/WN)