“Seberapa cepat seorang paruh baya melangkah menunjukkan bagaimana tubuh dan otak mereka mengalami penuaan,” ujar peneliti dari Duke University Line Jee Hartmann Rasmussen seperti dikutip dari Health, Jumat.
Ramussen menambahkan kecepatan berjalan bukan hanya sebagai indikator penuaan melainkan juga indikator kesehatan otak selama hidup.
Penelitian yang dilakukan terhadap ratusan warga Selandia Baru yang rata-rata berusia 45 tahun itu mempelajari bagaimana tubuh para partisipan mengalami penuaan.
Penelitian tersebut menghasilkan tiga kesimpulan. Pertama, gaya berjalan lambat dikaitkan dengan “fungsi fisik yang buruk pada usia paruh baya,” demikian hasil penelitian itu
Kedua, berjalan lambat dikaitkan dengan percepatan penuaan, yang tidak hanya terwakili melalui kerusakan yang cepat sistem organ tetapi oleh penuaan wajah dan perubahan struktural otak.
Ketiga, tim peneliti membuat hubungan antara gaya berjalan lambat dan fungsi neuro-kognitif yang memburuk. Mereka yang berjalan lebih cepat, memiliki IQ lebih tinggi, dan risiko demensia berkurang.
Penelitian tersebut juga memperkuat hubungan yang kuat antara kecerdasan dan gaya berjalan. Peserta yang fungsi neuro-kognitifnya lebih rendah pada usia tiga tahun kemudian memiliki gaya berjalan yang lebih lambat pada usia empat puluhan.
“Berjalan adalah hal yang sangat sederhana. Tapi, berjalan sebenarnya membutuhkan fungsi dan interaksi dari banyak sistem organ yang berbeda secara bersamaan, termasuk tulang, jantung, paru-paru, otot, penglihatan, sistem saraf, dan sebagainya,” kata Rasmussen.
Artikel ini dikutip dari Antaranews.com