Sastra dan faedah kebudayaannya
Bagaimanakah sastra membina faedah kebudayaan? Di atas saya menyebut istilah ‘permainan’ tanda dan makna. Sebagai artefak kebudayaan, sastra seringkali tampil ‘ganjil’ di depan kebudayaan itu sendiri. Di satu pihak ia menghidangkan kembali kenyataan-kenyataan kebudayaan (rekaman kebudayaan), tetapi pada saat yang sama ia juga ‘menantang’ kenyataan-kenyataan kebudayaan itu melalui citra-citra fiksional atau ‘kelainan-kelainan’ di luar kebudayaan tersebut.
Demikianlah, dari masa lalu kebudayaan Melayu kita mendapatkan sejumlah artefak berbentuk sastra naskah, litografi, dan cetak genre roman (semisal cerita-cerita Panji); di depan latar kebudayaan Melayu-Islam yang berkembang utuh, kita menyaksikan pawai karya yang di satu pihak menerima Islam sebagai patokan-patokan kebudayaan baru yang menganjungkan akalbudi berlandaskan Al-Quran dan Hadits, tapi di lain pihak masih tetap menganjungkan fantasi-fantasi yang menyerlahkan jalan nafsu-nafsi yang menghala pada kelupaan.
Dari masa lalu pula kita mendapatkan artefak sastra yang dimaksudkan sebagai ‘sejarah’ dalam arti kronik-silsilah semisal Sulalatu s-Salatin/ Sejarah Melayu dan Sejarah Raja-raja Melayu/ Hikayat Siak; di depan latar harapan rekaman kenyataan kebudayaan sebagaimana dimaksudkan dalam penulisannya, teks-teks itu justeru sarat pula dengan muatan fiksional (peristiwa maupun tindakan tokoh-tokohnya).
Kebudayaan sebagai tanda yang melatari teks-teks itu ‘ditantang’ oleh ‘kenyataan’ lain (yaitu: fiksi), sehingga makna yang ‘kaku-baku’ jadi ‘lentur’. Itulah ‘permainan’ tanda dan makna.
Pada titik ini kita telah menyentuh peran aktif sastra dalam kebudayaan; peran mengubah yang dijalankan dengan membancuh pemihakan dan penolakan, pembakuan dan perubahan, pemadatan dan pengenceran; seperti pedang yang mengawal kebenaran-kebenaran kebudayaan sembari menebas semak-semak kesalahan di satu pihak, dan di pihak lain merintis jalan dan kemungkinan-kemungkinan penemuan sesuatu yang tersembunyi di balik keterbatasan akalbudi kita.
Peran ini secara transparan ditampilkan oleh sastra puisi. Puisi dari segi kebahasaan adalah suatu bentuk deformasi bahasa (tanda dan makna).